Minggu, 11 Januari 2009

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Dalam mengembangkan kreatifitas dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola piker siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika.

Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasa, pemahaman konsep, dan pembinaan ketrampilan. Memang, tujuan akhir pembelajaran matematika di SD ini yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, untuk menuju tahap ketrampilan tersebut harus melalui langkah-langkah benar yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Berikut ini penjabaran pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika.
1. Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang cirikan dengan kata mengenal. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkrit dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola piker siswa.
2. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri dari atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau kelas sebelumnya.
3. Pembinaan ketrampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan ketrampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan ketrampilan juga teratas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pembinaan ketrampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau kelas sebelumnya.

MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN MATEMATIKA

Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika yang sering dikeluhkan oleh para guru dan masyarakat adalah rendahnya hasil belajar siswa. Secara teoritis, hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai factor, baik fakor dari dalam maupun factor dari luar.

Menurut Suryabrata (1982:27) yang termasuk factor internal adalah factor fisiologis dan factor psikologis(misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk factor eksternal adalah factor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum dan model pembelajaran). Benyamin Bloom (1982:11) mengemukakan tiga factor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan terkait dengan model pembelajaran yang digunakan.
Studi Uhar Suharsaputra (2004) menyimpulkan banyak guru yang menguasai materi suatu subyek dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu terjadi menurut Uhar, karena kegiatan belajar mengajar tidak didasarkan pada suatu model pembelajaran tertentu sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Diduga kuat, rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika juga terkait erat dengan persoalan metode ataupun model pembelajaran.
Pembelajaran terkait erat dengan dengan konsep belajar. Para ahli mendefinisikan belajar dalam pengertian yang bermacam-macam. Margaret E. Gradler mendefinisikan belajar sebagai “ the process by which humans acquire the range and variety of skills, knowledge, and attitude that set the spesies apart from others”. Sementara D, Sudjana mendefinisikan belajar , “suatu perubahan dalam disposisi atau kecakapan baru peserta didik karena adanya usaha yang dilakukan dengan sengaja dari pihak luar”.
Dari beberapa pengertian di atas meskipun menggunakan formulasi yang berbeda-beda namun sesungguhnya mempunyai esensi yang sama. Setidaknya terdapat empat hal yang menjadi unsure penyusun definisi belajar, yakni; 1). Adanya perubahan dalam perilaku, ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan kemampuan bereaksi. 2), perubahan yang terjadi bersifat relative tetap. 3). Perubahan tersebut bukan karena kematangan atau kondisi sesaat. 4). Perubahan terjadi akibat latihan yang diperkuat dan atau pengalaman.
Jika belajar merupakan proses perubahan, maka pembelajaran adalah proses kompleks yang tercakup didalamnya kegiatan belajar dan mengajar. Secara teknis, menurut Uhar pembelajaran merupakan terjemahan dari instructon yang sebelumnya dipadankan dengan istilah pengajaran. Tidak mengherankan jika dalam praktiknya seringkali terjadi penyamaan atau saling mengganti penggunaan konsep pengajaran dan pembelajaran. Pada hal keduanya berbeda secara konseptual.
Menurut Nana Sudjana pengajaran diartikan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Yakni kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya (Nana Sudjana: 1996). Bila diperhatikan, pengertian pengajaran tersebut menunjukkan titik berat pada peran guru sebagai pengajar dengan segala kewenangannya serta menempatkan pembelajar/ peserta didik sebagai pihak yang bersifat pasif dan hanya bersifat menerima. Pendekatan semacam ini disebut pendidikan yang berpusat pada guru (teacher centered education) yang awalnya berkembang di eropa ketika guru/ pengajar menjadi satu-satunya sumber belajar. Belakangan dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, guru mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas di bidang pendidikan terutama ditingkat dasar dan menengah. Guru dituntut untuk bisa menciptakan situasi siswa mau belajar . dengan motivasi, arahan dan bimbingan guru, siswa yang sebelumnya malas belajar dapat berubah menjadi siswa yang aktif dalam belajar. Ada beberapa hal yang harus dikuasai oelh seorang guru adalah sebagai berikut:
A. Proses Pembelajaran
Proses belajar adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi mengandung unsure saling member dan menerima. Dalam interaksi belajar mengajar ditandai sejumlah unsur;
1. Tujuan yang hendak dicapai
2. Siswa, guru dan sumber belajar lainnya
3. Bahan atau materi pelajaran
4. Metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar mengajar.
Hakekat belajar adalah suatu proses perubahan sikap, tingkah laku, dan nilai setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar. Sumber belajar ini selain selain guru dapat berupa buku, lingkungan, teknologi informasi dan komunikasi atau sesama pembelajar (sesama siswa). Sedangkan istilah mengajar dalam pengertian di atas adalah kegiatan dalam menciptakan situasi yang mampu merangsang siswa untuk belajar. Dengan demikian belajar tidak harus merupakan proses transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses itu merupakan proses pembelajaran. Tugas guru adalah menciptakan situasi siswa belajar. Berbagai pandangan tentang bagaimana belajar harus terjadi telah dilontarkan para ahli.
Menyangkut belajar aktif Piaget tidak menunjuk hanya pada aksi luar yang ditunjukkan siswa. Ia mencontohkan yang digunakan oleh Socrates yaitu dengan metode socratik (utamanya Tanya jawab) untuk mengkondisikan siswa dalam situasi aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Tugas guru adalah mengungkap apa yang telah dimiliki siswa dan dengan penalarannya dapat bertanya secara tepat pada saat yang tepat pula sehingga siswa mampu membangun pengetahuannya melalui penalaran berdasar pengetahuan awal yang dimiliki siswa tersebut. Bahkan jawaban benar bukan merupakan tujuan utama. Yang utama ialah bagaimana siswa dapat memperkuat penalaran dan meyakini kebenaran proses berpikirnya yang tentunya akan membawa kejawaban yang benar. Hal ini selaras dengan : “penilaian yang berprinsip menyeluruh”, yaitu penilaian yang mencakup proses dan hasil belajar, yang secara bertahap menggambarkan perubahan tingkah laku.
Menurut As’ari (2000) perilaku pembelajaran matematika yang diharapkan seharusnya adalah sebagai berikut:
1. Pemberian informasi, perintah dan pertanyaan oleh guru mestinya hanya sekitar 10 sampai dengan 30 % selebihnya berasal dari siswa.
2. Siswa mencari informasi, mencari dan memilih serta menggunakan sumber informasi.
3. Siswa mengambil insiatif lebih banyak
4. Siswa mengajukan pertanyaan
5. Siswa berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran
6. Ada penilaian diri dan ada penilaian sejawat.
Dengan demikian pembelajaran matematika yang bermutu akan terjadi jika proses belajar yang dialami siswa dan proses mengajar yang dialami oleh guru adalah efektif.
Dalam penilaian, efektifitas proses belajar mengajar haruslah ditinjau keefektifan komponen yang berpengaruh dalam pembelajaran. Misalnya siswa termotivasi untuk belajar, materinya menarik, tujuannya jelas, dan hasilnya dapat dirasakan mannfaatnya. Untuk memperoleh hasil belajar matematika yang optimal perlu didukung oleh kerangka umum kegiatan belajar yang mendukung berlangsungnya proses belajar, yang dikenal sebagai struktur pengajaran matematika. Struktur pengajaran ini memuat 1). Pendahuluan, 2). Pengembangan, 3). Penerapan dan, 4). Penutup. Kesiapan siswa dalam belajar disiapkan guru selama tahap pendahuluan, baik dengan memberikan motivasi, maupun revisi atas kemungkinan bahan yang telah mereka pelajari namun ada miskonsepsi sebagai apersepsi bagi konsep atau prinsip baru yang akan dipelajaridalam tahap kedua. Tahap pengembangan merupakan tahap utama dalam hal siswa belajar materi baru. Sesuai prinsip belajar aktif, maka tahap ini perlu dikembangkan melalui optimalisasi proses pembelajaran, misalnya dengan teknik bertanya, penggunaan lembar kerja, diskusi dan lain sebagainya. Tahap ketiga, penerapan hal-hal yang dipelajari pada tahap kedua, tahap pelatihan serta penggunaan dan pengembangan penalaran lebih lanjut. Tahap terakhir dapat berisi pemantapan: merangkum berbagai hal yang telah dipelajari pada tatap muka yang baru berlangsung dan penugasan. Pada kegiatan merangkum pun untuk lebih membelajarkan siswa, guru dapat mengembangkan teknik bertanya.
B. Penyajian materi pelajaran
1. Pembelajaran secara klasikal
Pembelajaran klasikal cenderung digunakan oleh guru apabila dalam proses belajarnya lebih banyak bentuk penyajian materi dari guru. Penyajian lebih menekankan untuk menjelaskan sesuatu materi yang belum diketahui atau dipahami oleh siswa. Alternative metodenya cenderung dengan metode ceramah dan Tanya jawab bervariasi atau metode lain yang memungkinkan sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
Metode Tanya jawab dan metode ceramah dalam pembelajaran klasikal sulit dipisahkan. Melalui metode Tanya jawab memungkinkan adanya aktifitas proses mental siswa untuk melihat adanya keterhubungan yang terdapat dalam materi pelajaran.
Pembelajaran klasikal akan memberikan kemudahan bagi guru dalam mengorganisasi materi pelajarannya akan seragam diserap oleh siswa. Baik urutan maupun ruang lingkupnya.
Pembelajaran klasikal dapat digunakan apabila materi pelajaran lebih bersifat informative atau fakta. Terutama ditujukan untuk memberikan informasi atau sebagai pengantar dalam proses belajar mengajar. Sehingga dalam proses belajarnya, siswa lebih banyak mendengarkan atau bertanya tentang materi pelajaran tersebut. Secara proses pembelajaran klasikal dapat membentuk kemampuan siswa dalam menyimak (mendengarkan) dan membentuk kemampuan dalam bertanya.
Motivasi dan membangkitkan perhatian siswa sangat penting dalam pembelajaran klasikal. Karena pembelajaran klasikal ini akan berhasil apabila ada keterkaitan antara stimulus dan respon dalam proses belajar mengajar. Tanya jawab memunkinkan adanya interaksi dan komunikasi edukatif. Yang harus diperhatikan dalam melaksanakan proses belajar mengajar dengan Tanya jawab diantaranya siswa terlebih dahulu harus sudah mengetahui informasi dasar melalui membaca atau mendengarkan tentang materi yang akan dibahas. Dalam proses Tanya jawab guru harus dapat mengarahkan jawaban yang kurang tepat menjadi jawaban yang benar. Cara dan sikap yang baik dari guru akan memabangkitkan motivasi dan percaya diri siswa dalam bertanya maupun menjawab.
2. Pembelajaran secara kelompok
Pembelajaran secara kelompok merupakan pembelajaran yang dalam proses belajarnya siswa dikelompokkan pada beberapa kelompok sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar. Belajar kelompok terutama ditujukan untuk mengembangkan konsep pokok/ sub pokok bahasan yang sekaligus mengembangkan aktifitas social siswa, sikap dan nilai.
Pembelajaran kelompok cenderung banyak digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA). Misalnya dengan kegiatan diskusi, penelitian sederhana (observasi), pemecahan masalah serta metode lain yang memungkinkkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik materi dalam belajar secara berkelompok.
Kesempatan siswa untuk membina rasa tanggung jawab, rasa toleransi, peluangnya lebih besar akan dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar kelompok. Dengan belajar kelompok lebih jauh siswa akan memahami aspek materi pelajaran yang bersifat problematic berdasarkan pokok bahasan maupun berdasarkan aspek social nyata. Secara langsung siswa akan belajar memberikan alternative pemecahannya melalui kesepakatan kelompok.
Dalam pembelajaran kelompok perlu diperhatikan tentang alokasi waktu dengan ketercapaian tujuan pembelajaran. Seringkali pembelajaran kelompok menggunakan waktu yang melebihi dari waktu yang dialokasikan. Untuk iu kegiatan bimbingan dari guru sangat diperlukan
3. Pembelajaran secara perorangan
Pembelajaran perorangan dapat membantu proses belajar mengajar yang mengarah pada optimalisasi kemampuan siswa secara individu. Untuk melaksanakan kegiatan belajar tersebut, diantaranya guru perlu memiliki kemampuan yang berkenaan dengan:
- Mengkaji hasil prestasi belajar siswa
- Merencanakan, melaksanakan, serta menilai program perbaikan dan pengayaan hasil belajar siswa
- Melaksanakan kegiatan belajar dalam latihan secara perorangan.
Kemampuan tersebut dalam pelaksanaannya perlu dilandasi dengan perhatian, bimbingan, dan motivasi dari guru.
Kegiatan belajar perseorangan ditujukan untuk menampung kegiatan pengayaan dan perbaikan. Program pengayaan perlu diberikan kepada siswa yang memiliki prestasi atau kemampuan yang melebihi dari teman sekelasnya. Program pengayaan dapat dilaksanakan oleh setiap sekolah yang programnya disesuaikan dengan kondisi siswa dan kondisi sekolah yang bersangkutan.
Sedangkan kegiatan perbaikan (remedial) dilaksanakan untuk membantu siswa yang kurang berhasil atau yang prestasinya dibawah rata-rata teman sekelasnya. Juga program perbaikan disediakan untuk siswa yang ketinggalan pelajarannya karena tidak masuk (alpa) pada saat proses belajar menagajar tersebut berlangsung. Jadi pembelajaran perseorangan pada dasarnya dilandasi oleh prinsip-prinsip belajar tuntas.
Contoh pembelajaran perseorangan diantaranya adalah dengan menggunakan paket pengajaran modul, baik dalam bentuk cetakan maupun CD interaktif. Dengan modul ini siswa belajar secara perseorangan, sehingga memungkinkan sekali siswa dapat maju sesuai dengan kecepatan masing-masing, tidak harus menunggu atau mengejar-ngejar siswa lain seperti halnya pada pembelajaran klasikal.
C. Prosedur Kegiatan Pembelajaran
Tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran
Pertama
1. Menciptakan kondisi awal pembelajaran
2. Melaksanakan apersepsi atau penilaian kemampuan awal siswa, misalnya setiap siswa diminta mengerjakan soal yang dibuat oleh guru tentang materi sebelumnyadalam waktu 5- 10 menit. Selanjutnya dengan bimbingan guru, hasil pekerjaan siswa ditukar dengan temannya untuk dikoreksi dan di nilai. Kemudian baik secara acak atau secara keseluruhan berdasarkan urut daftar nama siswa, guru meminta siswa untuk menyebutkan hasil penyekorannya. Jika dari skor-skor yang disebutkan siswa tidak memenuhi ketuntasan belajar maka perlu diadakan perbaikan secara klasikal.
Kedua
1. Guru menyampaikan tujuan/ topic pembelajaran pada siswa
2. Guru menyajikan bahan pelajaran dengan ceramah dan Tanya jawab bervariasi tentang konsep pokok/sub pokok materi yang akan dipelajari
Ketiga
1. Guru mengelompokkan siswa dan memberikan penjelasan pada siswa tentang tahapan belajar/ diskusi.
2. Siswa merumuskan, mengidentifikasi, menganalisis masalah serta melakukan diskusi dalam kelompoknya untuk mendapatkan pemecahan masalah.
3. Hasil diskusi pada kelompok kecil dipresentasikan pada seluruh kelompok dan didiskusikannya dalam kelasnya dengan bimbingan langsung dari guru.
4. Menyimpulkan hasil diskusi berdasarkan rumusan masalah.
Keempat :
Pemantapan dan pemberian tugas secara perorangan baik melalui modul atau yang lainnya.
D. Daftar Pustaka
As’ari A.R., 2000, Peningkatan mutu pendidikan Matematika. Makalah disajikan pada seminar nasional Peningkatan kualitas pendidikan Matematika pada Pendidikan Dasar, Malang: UM Malang.

Bloom, Benjamin S. 1982. Human Characterictics and School Learning. New York: McGraw-Hill Book Company.

Suryabrata, Sumadi 1982. Psikologi pendidikan: Materi Pendidikan program bimbingan konseling diperguruan tinggi. Yogyakarta: Depdikbud.

Suharsaputra, Uhar. 2004. Pengembangan dan penggunaan Model Pembelajaran Arias dalam meningkatkan Kualitas Pembelajaran. Makalah.

Krismanto, Al, 2000, Penilaian Bahan Penataran. PPPG Matematika Yogyakarta.

Winataputra, H. Udin S., 1997, Strtegi Belajar Mengajar, Jakarta: Universitas Terbuka.

REFLEKSI TAYANGAN VIDEO PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD DI JEPANG

Refleksi singkat hasil tayangan video Pembelajaran Matematika di Jepang pada tanggal 14 Oktober 2008.

Berikut ini adalah beberapa hal yang sempat kami paham berkenaan dengan tayangan video tersebut antara lain;
Refleksi:
Dari hasil tayangan video tersebut maka kami dengan segala keterbatasannya mencoba merefleksikan berdasarkan apa yang kami lihat dalam tayangan video pembelajaran matematika SD di Jepang pada tanggal 14 Oktober 2008, pembelajaran matematika berkenaan dengan konsep geometri bangun datar di kelas IV SD.

Berdasarkan hasil apa yang dilihat dalam tayangan maka adanya kegiatan pembelajaran yaitu interaksi antara siswa dengan guru juga guru dengan siswa, sehingga pada kegiatan pembelajaran tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kegiatan guru dan kegiatan siswa.
Kegiatan Guru Meliputi:
• Pada proses pembelajaran berlangsung guru memberikan konsep awal materi semacam apersepsi untuk memotivasi siswa agar mereka lebih konsensentrasi pada saat pembelajaran berlangsung.
• Guru menyiapkan segala media atau sarana pembelajaran sebelum proses berlangsung. Pada proses tersebut guru menyajikan materi konsep bangun datar yaitu bagaimana menemukan luas daerah segitiga, persegi, segiempat, trapesium yang dibatasi oleh sebuah bidang sebarang.
• Guru membagikan siswa kedalam beberapa kelompok kecil untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru.
• Pengelolaan kelas sangat efektif ditandai saat pembelajaran berlangsug kondisi kelas relatif aman, tidak menunjukkan siswa melakukan aktivitas yang lain.
• Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pemahamannya.
• Adanya interaksi antara guru dengan siswa khususnya pada saat siswa dibagikan kedalam kelompok kecil dimana guru memberikan argumen bila anggota kelompok menanyakan hal yang mereka pahami dari hasil diskusi kelompok.
• Guru sebagai mediator, dimana guru tidak menyelesaikan masalah tetapi ia hanya menyediakan masalah dan siswa disuruh menjawabnya sendiri, baik secara individu maupun dalam bentuk kelompok.

Kegiatan Siswa Meliputi:
• Siswa penuh konsentrasi pada saat pembelajaran berlangsung yang ditunjukkan oleh siswa dengan penuh semangat menjawab pertanyaan yang diberikan guru.
• Siswa duduk membentuk kelompok kecil untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru lalu menyelesaikan soal-soal itu secara bersama-sama dalam diskusi kelompoknya.
• Siswa melaporkan hasil diskusi kelompok di depan kelas dan meminta kelompok lain untuk menanggapinya.
• Bersama-sama dengan guru menyimpulkan soal-soal tersebut dan menyempurnakan jawaban yang masih dianggap keliru.

Jika kita mencermati dengan sungguh-sungguh hasil tayangan video tersebut maka dapat dikatakan bahwa kegiatan pembelajaran yang terjadi disana sangat efektif. Mengapa dikatakan demikian, karena disana sudah terjadi proses interaksi dalam belajar serta siswa sudah siap menerima pelajaran. Sebagai contoh dari persepsi terhada VTR (video tape recording) Jepang siswa dengan antusias menjawab dan menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru. Jika kita bandingkan model pembelajaran di Indonesia saat ini sudah mengarah kepada perubahan. Kita ambil contoh kurikulum KTSP yang berlaku saat ini seyogianya menjawab tuntutan dunia pendidikan sekarang. Apabila kurikulum KTSP diterapkan dengan benar saya yakin proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik dibarengi dengan penggunaan metode pengajaran yang mampu menjawab kebutuhan peserta didik. Contoh lain juga bahwa di Indonesia juga menerapkan Lesson Study untuk meningkatkan pembelajaran matematika. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan Lesson Study dapat meningkatkan kompetensi guru dan motivasi siswa dalam pembelajaran (sukirman, 2002: 99 A Progress Report of the APEC Project ). Saya berpendapat bahwa apabila kita kaitakan pembelajaran yang ada di Jepang mempunyai kesamaan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kompetensi guru, dan motivasi siswa.
Dari tayangan VTR (Video Tape Recording) tersebut maka ditemui hal- hal yang menurut kami sangat unik atau istimewa antara lain;
Materi yang disampaikan guru sangat menarik karena menggunakan media/alat bantu sehingga memudahkan pemahaman siswa. Ketepatan penyampaian materi membuat siswa antusias mengikuti pelajaran. Siswa dengan tepat menyelesaikan soal-soal karena mereka telah menguasai konsepnya dengan benar. Penampilan guru yang sangat formal, mengajar penuh semangat dengan memilih metode yang cocok. Guru, dengan tepat/efektif menggunakan waktu untuk berdiskusi membuat siswa termotivasi menyelesaikan tugasnya. Pada saat mengajar guru menggunakan media pembelajaran yang sesuai yang membuat anak tidak jenuh mengikuti pelajaran. Guru mengelola kelas dengan baik sehingga waktu diskusi siswa dapat mengambil posisinya sendiri-sendiri.
Pada proses pembelajaran yang terjadi disana sudah mencerminkan kegiatan pembelajaran yang efektif menarik dan menyenangkan dengan strategi pembelajaran yang sesuai yaitu melakukan langkah-langkah pembelajaran dengan baik. Hal ini seperti yang telah diutarakan oleh Marsigit (2002) “Promoting Lesson Study as One of the Ways for Mathematics Teachers Profesional Development in Indonesia: the Reflection on Japanese Good Practice of Mathematics Teaching Through VTR”.
Secara rinci ia menggambarkan kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
• Guru mengajukan masalah, dan meminta siswa untuk memberi tanggapan dan mencoba menemukannya dan mencoba membangun pemahaman siswa terhadap masalah yang diberikan dari gambar yang ada di papan tulis.
• Siswa memulainya dengan refleksi pada pengetahuan mereka sebelumnya. Pengalaman, dan kesempatan untuk mempelajari beberapa daerah pada tingkat sebelumnya.
• Siswa menguraikan masalah kedalam persegi, segiempat, daerah segitiga siku-siku dan segitiga, jajargenjang atau trapesium dalam urutan menemukan luas daerah dari gambar.
• Dalam diskusi kelompok siswa mereka memulainya dengan mempelajari bagaimana untuk menemukan luas daerah dari sebuah segitiga.
• Siswa diskusi bagaimana menguraikan gambar. Maka, mereka membentuk kelompok kecil untuk menyelesaikan dengan terpisah mengikuti:
- Gambar pada masalah dapat diuraikan kedalam segitiga siku-siku dan segitiga
- Gambar pada masalah diuraikan kedalam beberapa segitiga.
- Gambar pada masalah diuraikan kedalam segitiga, jajargenjang atau trapesium.
- Siswa merumuskan metode/cara untuk menemukan luas daerah dari segitiga yang tidak sama kakinya.
- Siswa mencoba untuk menemukan luas daerah yang berisi empat digunakan untuk rumus luas daerah segitiga.
- Siswa dapat menemukan luas daerah dari keempat daerah yang digunakan.
- Siswa menggunakan jajargenjang untuk menemukan luas daerah dua segitiga kongruan dari segiempat, dan dengan sebuah garis diagonal, siswa dapat menyelesaikan masalah.
- Siswa mencoba menemukan luas daerah jajargenjang.
- Siswa mendukung untuk mempertimbangkan bagaimana menemukan luas daerah belahketupat suatu trapesium.
Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran dan mencapai kualitas pendidikan yang maksimal sangat sulit dilakukan oleh seorang guru apabila ia tidak siap menerima perubahan dalam tradisinya. Seperti yang biasa dilakukan guru saat ini bahwa mengajar merupakan kegiatan rutinitas yang tidak perlu diganggu oleh pihak luar maupun perubahan yang menghampirinya. Pada saat kita mengunjugi sekolah-sekolah khususnya SD di daerah pinggiran kota, kebanyakan dari mereka masih menerapkan metode pembelajaran yang bersifat konvensional. Hal ini disebabkan mereka sangat sulit menerima perubahan karena berbagai alasan yang menyebabkan mereka tidak dapat menjalankannya. Bahwa dengan banyaknya administrasi kelas yang mereka harus selesaikan akan menyita banyak waktu untuk menyelesaikannya sehingga kebanyakan mereka mengajar materi yang sejak lama mereka kemas dan diperuntukkan untuk pembeelajaran secara berkelanjutan. Dengan kebiasaan inilah pendidikan di Indonesia masih saja sulit mencapai standar pendidikan dunia karena kurangnya inovatif dalam pembelajaran sehingga siswa kurang ditantang untuk menemukan masalah dan dapat memecahkannya. Jika pembelajaran yang ada di Jepang akan merupakan inovasi bagi pembelajaran SD di Indonesia saya yakin pendidikan kita khususnya matematika SD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang nantinya mampu membentuk manusia yang berkepribadian, inovatif dan mampu menjawab tutuntutan jaman. Strategi pembelajaran yang sangat menarik, kondisi kelas yang menyenangkan, media pembelajaran yang memadai akan memotivasi siswa untuk mengikuti proses pemeblajaran serta siswa mampu menyelesaikan masalah yang ada disekitar mereka. Siswa dapat mengkonstruksi pemahamannya berdasarkan masalah yang diberikan.
Berdasarkan keputusan mentri pendidikan no 22, 23 dan 24 tahun 2006 sejak Juni 2006, pemerintah menetapkan untuk mengimplementasikan kurikulum baru di SD dan SMP yang disebut “KTSP” (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Diharapkan dengan penerapan kurikulum ini siswa mempunyai kompetensi dasar baik kognitif, afektif maupun psikomotor. Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut maka dibutuhkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD dan hakekat matematika sekolah. Pemerintah Indonesia mengembangkan pembelajaran yang bersifat kontekstual (Contextual teaching Learning) dan Realistik untuk mendukung implementasi kurikulum dasar-sekolah artinya bahwa pemerintah menganjurkan guru untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk memanfaatkan secara optimal untuk mendukung aktivitas belajar siswa. Bidang matematika sekolah dasar meliputi: Bilangan, Geometri dan Pengukuran, dan Analisis Data (dikutip dari: Marsigit, dkk. file “Lesson Study:Promoting Student Thinking on the Concept of Least Common Multiple (LCM) Through Realistic Approach in the 4th Grade of Primary Mathematics Teaching. The State University of Yogyakarta: Indonesia).
Jenning & Dunne (1999) mengatakan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan metematika kedalam situasi kehidupan real. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajaran di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimilki siswa dan siswa kurang diberi kesempatan uantuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.
Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah Pembelajaran Matematika Realistik. Pembelajaran matematika realistik pertama kali dikembangkan dan dilaksanakan di Belanda selama kurang lebih 30 tahun dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan pengertian siswa. Pendekatan ini muncul dengan nama kurikulum mathematics in contex (Romberg, 1998). Pembelajaran ini menekankan akan pentingnya konteks nyata yang dikenal murid dan proses konstruksi pengetahuan matematika oleh murid sendiri. Masalah konteks nyata (Gravemeijer, 1994) merupakan bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika.

abstrak

STEM stands for science, technology, engineering and mathematics and is an approach to education that aims to integrate these four separ...