A. Pendahuluan
Anak dari berbagai usia berfikir sesuai dengan tingkat usianya. Matematika adalah subjek ideal yang mampu mengembangkan proses berfikir anak dimulai dari usia dini, usia pendidikan kelas awal (pendidikan dasar), pendidikan menengah, pendidikan lajutan dan bahkan sampai mereka berada di bangku perkuliahan. Hal ini diberikan untuk mengetahui dan memakai prinsip matematika dalam kehidupan sehari-hari baik itu mengenai perhitungan, pengerjaan soal, pemecahan masalah kehidupan di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat.
Khusus untuk anak-anak atau siswa pendidikan kelas awal atau pendidikan dasar (SD), matematika sangat berguna sekali bagi mereka untuk mengembangkan proses berfikir mereka mulai dari hal-hal yang sederhana samapi kepada hal-hal yang rumit.
Tahapan dimana anak-anak atau siswa Sekolah Dasar sudah bisa mempraktekkan matematika dalam kehidupan sehari-hari tentulah ditunjang oleh berbagai cara serta metode pembelajaran yang menyenangkan bagi anak-anak Sekolah Dasar. Hal ini sesuai dengan tingkat perkembangan anak kelas awal awa SD yang cenderung bermain sambil belajar.
Kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi dan informatika, telah memudahkan siswa dalam menggunakan TI tersebut untuk keperluan membantu siswa untuk menyelesaikan berbagai masalah perhitungan dan cara-cara baru yang diperkenalkan. Dan hampir setiap tingkat terjadi perubahan yang signifikan yang mengharuskan anak-anak perlu pengembangan keahlian baru.
Tidak bisa dipungkiri, siapapun akan bangga jika punya anak pintar matematika atau paling tidak nilai matematikanya selalu bagus. Sehingga orang tuapun tidak segan-segan untuk memberikan atau mengikutkan anak-anak mereka les tambahan untuk mata pelajaran matematika dengan harapan anak-anak mereka mendapatkan nilai yang bagus.
Pada hal nilai bagus yang didapatkan oleh anak-anak mereka dalam berhitung saja tidak cukup kalau tidak bisa menganalisis atau merubah dari soal cerita ke bahasa matematika dan mengembalikan lagi ke dalam soal cerita atau kalau tidak bisa menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Problem Solving).
Mengacu kepada permasalahan di atas, maka tidak jarang anak-anak yang bagus nilainya di kelas awal akan mengalami kesulitan atau turun nilainya pada tahap kelas tinggi, menengah, atas dan kuliah, serta yang lebih mengkhawatirkan pada tingkat lingkungan masyarakat ataupun kehidupan yang dilaluinya. Dengan kata lain mereka akan mengalami hambatan di dalam kehidupan social.
Matematika merupakan cabang mata pelajaran yang luas cakupannya dan bukan hanya sekedar bisa berhitung atau masukin rumus saja tetapi mencakup beberapa kompetensi yang menjadikan siswa tersebut dapat memahami dan mengerti tentang konsep dasar matematika.
Belajar matematika juga membutuhkan kemampuan bahasa, untuk bisa mengerti soal-soal atau mengerti logika, juga imajinasi dan kreativitas. Dan sekiranya dipergunakan dalam lingkungan sekolah , yaitu antara guru dan siswa maka kuncinya adalah mengambil contoh dalam hidup sehari-hari dan dibuat semenarik mungkin.
Pada kenyataannya diperkirakan banyak dari siswa pendidikan sekolah dasar atau kelas awal SD masih mementingkan ”Mahir dalam perkerjaan penghitungan dan masukin rumus saja”. Kenapa hal ini bisa terjadi? Kesalahan siapakah?
Untuk mengungkap hal ini akan dilakukan pembahasan mengenai pertanyaan-pertanyaan di atas dan akan diberikan beberapa solusi ataupun saran untuk menghindari pembelajaran matematika yang kurang mencapai tujuan yang diharapkan.
B. Pembahasan
1. Peranan dan Kemampuan Guru
Menurut Turney dalam E. Mulyasa (2007:69) untuk menciptakan pembelajaran yang kratif, dan menyenangkan, diperlukan berbagai keterampilan diantaranya adalah keterampilan membelajarkan atau keterampilan mengajar. Keterampilan mengajar merupakan kompetensi professional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Ada delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil atau perorangan. Penguasaan terhadap keterampilan mengajar tersebut harus untuh dan terintegrasi.
Pada segi lain seorang guru harus mempunyai pendekatan dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan dan memilih metode-metode pembelajaran yang efektif serta berusaha memberikan variasi dalam metode pembelajaran agar tidak kelihatan atau menyebabkan siswa atau peserta didik jenuh. Jika hal ini diterapkan, maka dituntut sekali inisiatif guru untuk melakukan variasi dan krativitas guru.
Guru merupakan seorang figur yang menjadi tauladan dan pedoman bagi siswa dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Guru merupakan nara sumber yang akan memberikan dan menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan bagi siswa, terutama sekali dalam hal pemahaman dan penyelesaian mata pelajaran matematika. Tetapi hal tersebut kemungkinan besar tidak sampai pada tahap yang diharapkan.
Pada teori ataupun pendekatan konstruktivis siswa lebih dominan dalam menentukan atau menemukan sendiri pemahaman tentang konsep pembelajaran itu sendiri. Hal ini juga berlaku pada mata pelajaran matematika. Mereka bisa mengerjakan dan menyelesaikan serta memecahkan sendiri persoalan matematika, baik yang berupa perhitungan ataupun persoalan yang terjadi sehari-hari. Kegiatan ini tidak akan ada artinya tanpa peranan dan kemampuan guru untuk mengarahkan dan melakukan pendekatan-pendekatan konstrukstivis dalam membelajarkan siswa.
Pada pendekatan kontekstual (CTL: contextual teaching and learning)juga dinyatakan bahwa CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan kepada keterkaitan antara materi pelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata. E. Mulyasa (2007:102). Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan tersebut sangat jelas bahwa guru dituntut untuk lebih mengenalkan siswa pada kehidupan nyata mereka. Jika kita masukkan ke dalam pembelajaran matematika kepas awal SD, maka segala macam bentuk persoalan yang akan diberikan kepada siswa harus menggambarkan persoalan yang ditemui sehari-hari atau dengan kata lain yang berdekatan dengan pengalaman empiris peserta didik di lapangan. Jadi dengan adanya kegiatan pembelajaran yang mengaitkan langsung dengan kehidupan nyata peserta didik akan dengan mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta didik itu sendiri.
2. Peranan Orang Tua
Dalam menyingkapi perkembangan dan kreativitas peserta didik dan permasalahan yang terjadi di lapangan terhadap mata pelajaran matematika, maka orang tua mempunyai peranan yang tak kalah penting jika dibandingkan dengan guru. Hal yang dikhawatirkan akan melemahkan peserta didik dalam memahami persoalan-persoalan matematika maupun pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi tugas dari orang tua.
Orang tua juga merupakan panutan bagi peserta didik dalam membantu mereka memecahkan persoalan-persoalan mereka sehari-hari. Jadi sudah seharusnya sebagai orang tua memantau dan menjajaki perkembangan anak dalam hal penguasaan materi pelajaran di sekolah terutama pelajaran matematika. Dengan menyediakan waktu bersama anak dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang sudah dipelajari anak di bangku sekolah dan memberikan pengertian terhadap matematika baik itu dalam mengerjakan hitungan dan rumus yang dipakai serta memberikan pemahaman atau perbandingan dengan kehidupan sehari-hari yang disukai anak.
Dorongan dan motivasi kepada anak sangat diperlukan untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada mereka untuk mengetahui dan memahami persoalan matematika yang diberikan dan anak-anak akan mampu untuk mengerjakan dan sekaligus memahami persoalan tersebut dan berusaha mencari pemecahannya sendiri
Pada permasalahan penghitungan bisa dikatakan bahwa siswa dapat menguasainya bahkan untuk penghitungan besar sekalipun, karena disamping mendapat pengajaran dan didikan dari guru para orang tua murid memberikan tambahan pendidikan di luar sekolah seperti halnya les matematika.
3. Masalah yang Muncul
Melihat gejala yang ada di masyarakat dan permasalahan yang ditemui di lapangan dapat dikatakan bahwa pendidik selaku orang yang menjadi tauladan ataupun pedoman bagi siswa yang akan memberikan semua solusi pemecahan masalah (problem solving) baik itu dalam hal penghitungan matematika maupun pemecahan masalah yang nantinya akan di hadapi siswa di luar lingkungan sekolah seperti lingkungan masyarakat Cuma harapan semata. Hal yang banyak ditemui di lapangan adalah “Siswa hanya mahir dalam hal hitungan dan tidak bisa menerapkan ilmunya pada kehidupan sehari-hari dan hanya dipaksakan untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan rumus yang mereka dapatkan”.
Jika hal tersebut di atas terus berlangsung, maka siswa pada tahapan beberapa tahun nanti akan menjadi lemah dalam menjalani kehidupannya sehari-hari yang terus berhubungan dengan persoalan-persoalan kehidupan yang harus dicari pemecahannya secara sempurna dan menuntut adanya logika dan kreativitas siswa itu sendiri. Dan hal yang paling mengkawatirkan adalah mereka akan menjadi orang yang hanya menjalankan apa yang ada, bukan menciptakan ataupun berinisiatif untuk menciptakan hal-hal baru.
Prof.Dr.Maman A Djauhari Guru Besar ITB mengemukakan: “Lemahnya pendidikan matematika di Indonesia merupakan akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu matematika. Dampaknya siswa pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya”. Akibat dari semua itu anak-anak atau siswa tidak mampu memberikan penjelasan atau interpretasi terhadap soal dalam matematika. Pada hal kita tahu bahwa matematika adalah interpretasi manusia terhadap fenomena alam. Hal ini berhubungan erat dengan langkah-langkah yang dilakukan para guru ataupun pendidik dalam membelajarkan matematika kepada siswa supaya menjelaskan atau melengkapi dengan berbagai penjelasan dan latar belakang terhadap sebuah rumus yang telah diyakini itu sebagai sebuah pengetahuan filsafat.
4. Usaha yang Dapat Dilakukan
Untuk membantu siswa dalam memahami dan memperkuat kemampuan berpikir secara matematis dalam lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat serta kehidupan sehari-hari diantaranya mengembangkan konsep peserta didik sebagai dasar kemampuan dalam pengembangan dan penemuan konsep-konsep lain yang lebih rumit, menurut Linda Jensen dan Douglas E Comicshank (1996: ) mengemukakan ada empat proses berfikir yaitu Observing and infering: memotivasi anak untuk menjelaskan objek, baik secara lisan, secara tulisan maupun gambar, Comparing: meminta anak untuk mencatat kemiripan dan perbedaan, Classifying: meminta anak untuk menilai suatu objek berdasarkan satu atribut atau lebih, Sequensing: meminta anak mengurutkan unsur-unsur dalam himpunan berdasarkan satu karakteristik atau lebih yang diberikan.
Keahlian anak harus dievaluasi dan diidentifikasi dengan terus memperhatikan tingkat perkembangan kemampuan anak-anak. Gaya belajar anak juga harus diperhatikan ketika hendak merencanakan sebuah pembelajaran.
Pada bagian lain juga dikemukakan beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam membelajarkan matematika kepada siswa, antara lain:
1.Beri inspirasi
Beberapa anak-anak atau siswa tidak menyukai matematika karena tidak tahu intinya. Tidak seperti membaca atau menggambar, symbol matematika dan bilangan seperti tidak punya arti. Tunjukkan betapa pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari atau di dunia nyata. Ceritakan penemuan-penemuan penting mulai dari piramida di Mesir, sampai ke Mars, tidak ada yang bisa dicapai tanpa metematika, dan matematikawan.
2. Beri contoh nyata
Ajak anak-anak atau siswa dalam matematika nyata lepas dari sekolah. Temukan sesuatu yang menarik bagi anak dan hubungkan dengan matematika. Misalnya, jika mereka suka basket/sepak bola, selama pertandingan, Tanya amereka berapa point tim yang kalah harus dapatkan untuk memenangkan pertandingan. Dan berapa banyak pertandingan yang mereka butuhkan untuk menang sampai mereka dapat point cukup untuk memenangkan liga? Jika mereka suka membantu di rumah, ajak mereka mengukur kayu yang harus dipotong, atau menimbang bahan untuk kue. Di took ajak mereka menghitung total harga atau tanyakan berapa kembalian uangnya.
3. Tahap demi tahap
Sukses dalam matematika, seperti juga dalam hidup adalah membagi proyek besar dalam proyek-proyek kecil yang lebih mudah. Tunjukkan keuntungan mengerjakan satu soal dengan membaginya dalam tahap-tahap kecil yang membuat jauh lebih mudah.
4. Dorongan krativitas
Anak-anak atau siswa mungkin merasa “stuck” da;am suatu topic karena mereka hanya melihat dari satu sisi. Mungkin mereka butuh melihat dari sisi lain yang berbeda. Tunjukkan keindahan sudut pandang yang berbeda. Bantu mereka melihat situasi dari perspektif orang lain. Beri mereka kebiasaan untuk eksploring berbagai cara untuk memcahkan masalah. Bahkan sesuatu yang sederhana seperti membereskan kamar bisa punya berbagai solusi.
5. Berpikir positif
Haruskah pernyataan negative seperti, “matematika itu susah” (bahkan jika anda merasa itu susah). Jelaskan bahwa semua orang punya kemampuan untuk mengerjakan matematika dan memecahkan soal-soal matematika tidak berbeda dengan memecahkan masalah-masalah lain . Di atas semua itu, berikan kepercayaan diri kepada anak. Ajarkan bahwa selalu ada solusi untuk semua problem. Kita akan berlaku lebih baik kalau kita menyukai yang kita kerjakan, dan membuat anak tertarik pada matematika.
6. Memberikan asessmen, reward dan refleksi dari proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Peserta didik merupakan manusia biasa yang dalam tahap perkembangannya memerlukan sebuah pengakuan diri, penguatan dan penghargaan terhadap apa yang mereka lakukan. Dengan adanya tindakan guru yang memberikan asessmen dan reward, maka mereka merasa senang dan berusaha untuk memperhatikan apa yang diberikan guru kepada mereka. Dari proses tersebut mereka akan merespon dan melakukan inisiatif untuk menciptakan pembelajan yang kreativ. Hal ini merupakan suatu jalan mulus bagi guru untuk terus masuk kepada materi-materi pelajaran sekalipun itu agak sukar bagi mereka untuk mengerjakannya. Tetapi mengarahkan dan memandu dalam mengemukakan apa yang telah mereka pelajari dari awal sampai akhir materi pelajaran lebih penting lagi. Sehingga mereka dapat mengungkapkan apa yang telah mereka pelajari hari ini.
C. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
•Proses berfikir anak perlu dikembangkan terutama dikelas matematika, karena hal ini penting.
•Anak perlu diberi dasar kemampuan mengobservasi, membandingkan, mengelompokkan, dan mengurutkan benda.
•Program komputer untuk pengembangan konsep juga sangat berguna dalam mengembangkan kemampuan matematis.
•Kemampuan anak harus dievaluasi dan diidentifikasi dengan terus memperhatikan tingkat perkembangannya. Gaya belajar anak juga harus diperhatikan ketika hendak merencanakan sebuah pembelajaran.
2. Saran
•Diharapkan dengan adanya pembahasan dalam makalah ini supaya guru-guru khususnya pada guru bidang studi matematika menyadari dan dapat mengambil suatu tindakan ataupun menjadikan sebagai acuan dalam membelajarkan matematika di kelas awal SD.
•Diharapkan guru-guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan pemahaman tentang konsep siswa terhadap matematika.
•Diharapkan dengan pembahasan ini dapat menjadi sebagai salah satu upaya dalam pemecahan masalah pembelajaran matematika yang didasarkan pada filsafat dan pemahaman siswa terhadap proses pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
•Diharapkan kepada orang tua agar dapat membantu dalam membelajarkan matematika siswa dengan menerapkan pola fikir matematis dalam kehidupan sehari-hari.
•Diharapkan kepada guru-guru untuk menerapkan beberapa pendekatan dalam pembelajaran agar peserta didik dapat dengan mudah memahami dan mengerti tentang materi pelajaran yang diajarkan.
•Untuk mendapatkan kesusksesan dalam pembelajaran, maka diharapkan kepada guru-guru untuk melakukan variasi dari setiap metode, strategi ataupun pendekatan yang dilakukan dam proses pembelajaran dan membelajarkan peserta didik.
• Diharapkan kepada guru-guru lewat bahasan ini dapat menciptakan pembelajaran matematika yang kreatif dan menyenangkan bagi peserta didik khususnya kelas awal SD.
KEPUSTAKAAN
E. Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung. Rosda Karya
Jati Utomo Dwi Hatmoko. Tanpa Filsafat, Pendidikan Matematika Jadi Lemah. http://www.suara pembaruan.com/News/2007/01/12/index.html
La Maman. 2005. Bejar Matematika. Alamsyah. NET
Jensen, Linda and Douglas E. Comicshank.1996. Teaching and Learning: Elementary and Middle School Mathematics. Third Edition. Terjemahan oleh Desyandri dkk. New Jersey. Merril an inprint of Prentice Hall.
Oleh : Desyandri
Batasmu tidak lain tidak bukan adalah batas mereka. Antara dirimu dan mereka itulah sebenar-benar ilmumu tentang dirimu dan tentang diri mereka. Jika kamu belum mengetahui batasmu jangan harap rahmat itu datang menghampirimu kembali, tetapi jika toh kamu telah mengetahui batasmu maka adalah kodrat nya bahwa kamu masih harus berjuang menggapai rahmatnya (Dr. Marsigit)
Selasa, 20 April 2010
Senin, 19 April 2010
PENELITIAN DALAM PERKEMBANGAN KOGNITIF
Suatu kajian karya Thomas P. Carpenter (University of Wisconsin – Madison)
dengan judul “Research in Cognitive Development”
1. Konsep-Konsep dalam Penelitian Perkembangan Kognitif
Ditegaskan bahwa penelitian dan teori perkembangan kognitif ditujukan untuk mendeskripsikan pertumbuhan konsep-konsep dasar anak sepanjang waktu dan menjelaskan proses-proses dimana konsep-konsep itu dibutuhkan dan dilakukan. Dimulai dari pendapat Reese dan Overton (1970) yang mengatakan bahwa ada dua konsep yang berbeda dalam perkembangan kognitif. Pertama, konsep yang didasarkan pada model organisme. Kedua, konsep yang berpedoman pada model mekanistik.
a. Konsep yang didasarkan pada model organisme
Konsep ini menggunakan analogi pada organisme dimana perkembangan pengetahuan manusia sama dengan perkembangan biologi (manusia sangat memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan keadaan disekitarnya). Dengan paradigma itu, konsep ini lebih diarahkan pada perkembangan kognitif yang kompleks. Dikatakan lebih kompleks karena menitikberatkan pada proses bagaimana anak dapat mengolah dan memanfaatkan input-input yang diterimanya selama mengalami perkembangan.
Untuk melakukan proses-proses tersebut, pada konsep ini dijelaskan bahwa individu akan lebih berpartisipasi aktif dalam mengembangkan pengetahuannya. Hal ini dapat terbentuk ketika individu tersebut telah dapat mengaplikasikannya dalam berbagai hal pada perjalanan pengalamannya dengan keadaan yang diterima dan dijalaninya melalui proses-proses yang dimaksud, karena pengalaman ini adalah salah satu hal yang sangat menentukan dalam terbentuknya perkembangan pengetahuan yang diinginkan. Artinya semakin banyak pengalaman yang dijalani dan yang dimiliki individu dalam berbagai persoalan ataupun terhadap obyek maka dengan sendirinya pengetahuan individu tersebut akan semakin berkembang dalam kaitannya dengan pemikiran tentang persoalan atau obyek yang ditemukan.
Konsep ini juga menjelaskan bahwa perkembangan dapat juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan suatu struktur organik yang terdapat pada tubuh manusia. Dengan semakin terbentuknya tingkat kematangan pada struktur organik atau pada jaringan tertentu dalam tubuh manusia ini, perkembangan individu akan semakin nampak dan jelas sehingga pengetahuan-pengetahuan baru akan dapat diserap dan disimpan menjadi lebih permanen. Misalnya, pada bayi yang baru lahir, bahwa ketika bayi itu lahir tidak dengan sendirinya semua anggota tubuhnya dapat berfungsi dengan baik, tetapi akan memerlukan jangka waktu tertentu untuk dapat mencapai pada fungsi yang dimaksud. Dalam hal ini salah satunya organ mata, mata pada bayi tidak dengan sendirinya langsung bisa melihat dengan jelas apa yang ada disekitarnya, tetapi selalu akan membutuhkan selang waktu tertentu baru dapat melihat dengan jelas.
Perkembangan juga merupakan hal yang dapat dilakukan manusia (individu) pada proses-proses yang saling berhubungan dan tidak dengan mudah dapat dipisahkan antara proses yang satu dengan proses yang lain. Karena karakteristiknya yang tidak dapat dipisahkan dalam proses-prosesnya, perkembangan pada konsep ini lebih berorientasi pada tujuan. Kembali ke persoalan mata pada bayi yang baru lahir, ketika mata tersebut dapat melihat dengan jelas apa yang ada disekitarnya, maka akan terlihat jelas perbedaan respon bayi terhadap sesuatu yang dilihatnya dibanding ketika bayi tersebut masih belum jelas melihat apa yang ada disekitarnya. Dapat katakan disini bahwa dari berbagai macam jenis dan bentuk proses-proses yang dilakukan hasil akhirnya adalah dapat melihat dengan jelas.
Namun, konsep ini masih memiliki kelemahan tersendiri terlebih seperti yang telah dijelaskan bahwa perkembangan kognitif senantiasa berorientasi pada tujuan. Kelemahannya terletak pada tidak adanya penekanan terhadap proses-proses yang terjadi dan dilakukan individu. Konsep ini menjelaskan bahwa apapun proses-proses tersebut semuanya akan tergambar pada hasil akhir dari perkembangan tersebut.
b. Konsep yang berpedoman pada model mekanik
Berbeda dengan konsep yang didasarkan pada organisme biologi, bahwa pada konsep ini perkembangan diasumsikan sebagai pengembangan dari teori behavior (sifat-sifat yang berdasarkan tingkah laku individu) dimana perkembangan merupakan satu kesatuan yang saling mengikat antara tingkah laku dengan proses-proses yang dilakukan. Sehingga konsep ini menitikberatkan pada bagaimana individu menghasilkan product dan bagaimana process yang jalani.
Berlangsungnya proses-proses tersebut, individu diharapkan lebih reaktif dari pada sekedar hanya aktif dalam memandang dan mengolah pengetahuan sebagai sebuah gambaran kenyataan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara individu tersebut lebih banyak melakukan latihan-latihan baik ketika menemukan pengalaman maupun setelah melalui perjalanan panjang dari berbagai jenis dan bentuk pengalaman selama perkembangan. Dengan semakin sering melakukan latihan-latihan, pengetahuan yang diperoleh individu tersebut akan semakin berkembang. Misalnya, seorang anak yang belum bisa berbicara dengan normal. Karena pengalaman dalam kesehariannya yang berinteraksi dengan orang yang bisa berbicara dan diikuti dengan latihan-latihannya mengucapkan setiap apa yang didengarnya maka secara berangsur-angsur anak tersebut akan mengalami perkembangan yaitu akan dapat berbicara dengan baik artinya anak tersebut dapat menyebutkan obyek dengan jelas meski belum semuanya dapat dilakukan atau disebutkan.
Perkembangan menurut konsep mekanik menjelaskan bahwa perkembangan dinilai sebagai suatu yang kontinu dan sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan pengalaman apa yang ditemukan dan dengan cara latihan-latihan apa saja yang dilakukan untuk mencapai perkembangan. Sehingga konsep ini dapat diasumsikan sebagai konsep yang lebih teliti daripada konsep sebelumnya karena masih memperhatikan proses-proses dalam hal ini latihan-latihan dan memperhitungkan pengalaman apa saja yang diperlukan dalam mencapai perkembangan yang lebih baik.
2. Paradigma dalam Penelitian Perkembangan Kognitif
Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif seorang anak dapat terjadi dengan baik dalam kerangka yang lebih sistematis. Hal ini ditunjukkan melalui teorinya tentang perkembangan yaitu ada beberapa tahapan-tahapan yang dilewati seorang anak untuk mencapai tingkat perkembangan yang lebih terarah. Tahapan-tahapan tersebut adalah 1. tahap sensorimotor; 2. tahap praoperasi; 3. tahap operasi konkret; 4 tahap operasi formal.
Namun, tahapan-tahapan tersebut tidak selamanya akan berlaku pada tiap individu pada tiap populasi karena kultur dan karakter yang berbeda-beda. Untuk lebih mengarahkan pendapat Piaget kearah yang lebih konkrit, Mohwill (1973) memberikan garis besar pada suatu model untuk pengkajian tentang perkembangan. Ia menyediakan suatu skema atau bagan yang sangat berguna untuk memberikan karakter pada berbagai penelitian dalam perkembangan kognitif terutama dalam bidang pendidikan matematika. Adapun solusi yang ditawarkan tentang pembenaran teori Piaget, Mohwill mengidentifikasikan bahwa ada 5 (lima) tahapan dasar dalam penelitian perkembangan kognitif, yaitu :
a. Penemuan Dimensi-Dimensi Perkembangan
b. Studi Deskriptif tentang Perubahan
c. Studi Korelasi tentang Perubahan Usia
d. Studi tentang Penentu Perubahan Perkembangan
e. Studi tentang Perbedaan Individual dalam Perkembangan
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan kognitif pada individu akan berjalan baik (sesuai dengan teori Piaget) ketika proses-proses yang dilakukan terstruktur dalam sebuah perjalanan pengalaman, berinteraksi dengan sekitarnya dan tercapainya kematangan dari individu tersebut. Dengan kata lain bahwa tiga hal yaitu kematangan, pengalaman dan interaksi sosial serta kolaborasi dari ketiganya akan menghasilkan suatu product yang lebih bernilai dan kuat pada tataran perkembangan kognitif.
full
dengan judul “Research in Cognitive Development”
1. Konsep-Konsep dalam Penelitian Perkembangan Kognitif
Ditegaskan bahwa penelitian dan teori perkembangan kognitif ditujukan untuk mendeskripsikan pertumbuhan konsep-konsep dasar anak sepanjang waktu dan menjelaskan proses-proses dimana konsep-konsep itu dibutuhkan dan dilakukan. Dimulai dari pendapat Reese dan Overton (1970) yang mengatakan bahwa ada dua konsep yang berbeda dalam perkembangan kognitif. Pertama, konsep yang didasarkan pada model organisme. Kedua, konsep yang berpedoman pada model mekanistik.
a. Konsep yang didasarkan pada model organisme
Konsep ini menggunakan analogi pada organisme dimana perkembangan pengetahuan manusia sama dengan perkembangan biologi (manusia sangat memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan keadaan disekitarnya). Dengan paradigma itu, konsep ini lebih diarahkan pada perkembangan kognitif yang kompleks. Dikatakan lebih kompleks karena menitikberatkan pada proses bagaimana anak dapat mengolah dan memanfaatkan input-input yang diterimanya selama mengalami perkembangan.
Untuk melakukan proses-proses tersebut, pada konsep ini dijelaskan bahwa individu akan lebih berpartisipasi aktif dalam mengembangkan pengetahuannya. Hal ini dapat terbentuk ketika individu tersebut telah dapat mengaplikasikannya dalam berbagai hal pada perjalanan pengalamannya dengan keadaan yang diterima dan dijalaninya melalui proses-proses yang dimaksud, karena pengalaman ini adalah salah satu hal yang sangat menentukan dalam terbentuknya perkembangan pengetahuan yang diinginkan. Artinya semakin banyak pengalaman yang dijalani dan yang dimiliki individu dalam berbagai persoalan ataupun terhadap obyek maka dengan sendirinya pengetahuan individu tersebut akan semakin berkembang dalam kaitannya dengan pemikiran tentang persoalan atau obyek yang ditemukan.
Konsep ini juga menjelaskan bahwa perkembangan dapat juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan suatu struktur organik yang terdapat pada tubuh manusia. Dengan semakin terbentuknya tingkat kematangan pada struktur organik atau pada jaringan tertentu dalam tubuh manusia ini, perkembangan individu akan semakin nampak dan jelas sehingga pengetahuan-pengetahuan baru akan dapat diserap dan disimpan menjadi lebih permanen. Misalnya, pada bayi yang baru lahir, bahwa ketika bayi itu lahir tidak dengan sendirinya semua anggota tubuhnya dapat berfungsi dengan baik, tetapi akan memerlukan jangka waktu tertentu untuk dapat mencapai pada fungsi yang dimaksud. Dalam hal ini salah satunya organ mata, mata pada bayi tidak dengan sendirinya langsung bisa melihat dengan jelas apa yang ada disekitarnya, tetapi selalu akan membutuhkan selang waktu tertentu baru dapat melihat dengan jelas.
Perkembangan juga merupakan hal yang dapat dilakukan manusia (individu) pada proses-proses yang saling berhubungan dan tidak dengan mudah dapat dipisahkan antara proses yang satu dengan proses yang lain. Karena karakteristiknya yang tidak dapat dipisahkan dalam proses-prosesnya, perkembangan pada konsep ini lebih berorientasi pada tujuan. Kembali ke persoalan mata pada bayi yang baru lahir, ketika mata tersebut dapat melihat dengan jelas apa yang ada disekitarnya, maka akan terlihat jelas perbedaan respon bayi terhadap sesuatu yang dilihatnya dibanding ketika bayi tersebut masih belum jelas melihat apa yang ada disekitarnya. Dapat katakan disini bahwa dari berbagai macam jenis dan bentuk proses-proses yang dilakukan hasil akhirnya adalah dapat melihat dengan jelas.
Namun, konsep ini masih memiliki kelemahan tersendiri terlebih seperti yang telah dijelaskan bahwa perkembangan kognitif senantiasa berorientasi pada tujuan. Kelemahannya terletak pada tidak adanya penekanan terhadap proses-proses yang terjadi dan dilakukan individu. Konsep ini menjelaskan bahwa apapun proses-proses tersebut semuanya akan tergambar pada hasil akhir dari perkembangan tersebut.
b. Konsep yang berpedoman pada model mekanik
Berbeda dengan konsep yang didasarkan pada organisme biologi, bahwa pada konsep ini perkembangan diasumsikan sebagai pengembangan dari teori behavior (sifat-sifat yang berdasarkan tingkah laku individu) dimana perkembangan merupakan satu kesatuan yang saling mengikat antara tingkah laku dengan proses-proses yang dilakukan. Sehingga konsep ini menitikberatkan pada bagaimana individu menghasilkan product dan bagaimana process yang jalani.
Berlangsungnya proses-proses tersebut, individu diharapkan lebih reaktif dari pada sekedar hanya aktif dalam memandang dan mengolah pengetahuan sebagai sebuah gambaran kenyataan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara individu tersebut lebih banyak melakukan latihan-latihan baik ketika menemukan pengalaman maupun setelah melalui perjalanan panjang dari berbagai jenis dan bentuk pengalaman selama perkembangan. Dengan semakin sering melakukan latihan-latihan, pengetahuan yang diperoleh individu tersebut akan semakin berkembang. Misalnya, seorang anak yang belum bisa berbicara dengan normal. Karena pengalaman dalam kesehariannya yang berinteraksi dengan orang yang bisa berbicara dan diikuti dengan latihan-latihannya mengucapkan setiap apa yang didengarnya maka secara berangsur-angsur anak tersebut akan mengalami perkembangan yaitu akan dapat berbicara dengan baik artinya anak tersebut dapat menyebutkan obyek dengan jelas meski belum semuanya dapat dilakukan atau disebutkan.
Perkembangan menurut konsep mekanik menjelaskan bahwa perkembangan dinilai sebagai suatu yang kontinu dan sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan pengalaman apa yang ditemukan dan dengan cara latihan-latihan apa saja yang dilakukan untuk mencapai perkembangan. Sehingga konsep ini dapat diasumsikan sebagai konsep yang lebih teliti daripada konsep sebelumnya karena masih memperhatikan proses-proses dalam hal ini latihan-latihan dan memperhitungkan pengalaman apa saja yang diperlukan dalam mencapai perkembangan yang lebih baik.
2. Paradigma dalam Penelitian Perkembangan Kognitif
Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif seorang anak dapat terjadi dengan baik dalam kerangka yang lebih sistematis. Hal ini ditunjukkan melalui teorinya tentang perkembangan yaitu ada beberapa tahapan-tahapan yang dilewati seorang anak untuk mencapai tingkat perkembangan yang lebih terarah. Tahapan-tahapan tersebut adalah 1. tahap sensorimotor; 2. tahap praoperasi; 3. tahap operasi konkret; 4 tahap operasi formal.
Namun, tahapan-tahapan tersebut tidak selamanya akan berlaku pada tiap individu pada tiap populasi karena kultur dan karakter yang berbeda-beda. Untuk lebih mengarahkan pendapat Piaget kearah yang lebih konkrit, Mohwill (1973) memberikan garis besar pada suatu model untuk pengkajian tentang perkembangan. Ia menyediakan suatu skema atau bagan yang sangat berguna untuk memberikan karakter pada berbagai penelitian dalam perkembangan kognitif terutama dalam bidang pendidikan matematika. Adapun solusi yang ditawarkan tentang pembenaran teori Piaget, Mohwill mengidentifikasikan bahwa ada 5 (lima) tahapan dasar dalam penelitian perkembangan kognitif, yaitu :
a. Penemuan Dimensi-Dimensi Perkembangan
b. Studi Deskriptif tentang Perubahan
c. Studi Korelasi tentang Perubahan Usia
d. Studi tentang Penentu Perubahan Perkembangan
e. Studi tentang Perbedaan Individual dalam Perkembangan
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan kognitif pada individu akan berjalan baik (sesuai dengan teori Piaget) ketika proses-proses yang dilakukan terstruktur dalam sebuah perjalanan pengalaman, berinteraksi dengan sekitarnya dan tercapainya kematangan dari individu tersebut. Dengan kata lain bahwa tiga hal yaitu kematangan, pengalaman dan interaksi sosial serta kolaborasi dari ketiganya akan menghasilkan suatu product yang lebih bernilai dan kuat pada tataran perkembangan kognitif.
full
MEMBEDAKAN KEMAMPUAN KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Domain kognitif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan-kemampuan intelektual, kemampuan berpikir maupun kecerdasan yang akan dicapai. Domain kognitif oleh Bloom dalam (Soedjadi,2000).,
dibedakan atas 6 kategori yang cenderung khirarkis. Keenam kategori itu adalah 1). Ingatan, 2). Pemahaman, 3). Aplikasi, 4) Analisis, 5). Sintesis dan 6). Evaluasi. Keenam kategori itu hingga kini masih digunakan sebagai rujukan utama dalam pembuatan rancangan pembelajaran matematika termasuk pembuatan alat ukur berupa tes. Tujuan kognitif inilah yang selama ini sangat diutamakan dalam pendidikan di Indonesia, kurang memperhatikan domain yang lain. Apabila hal tersebut dibiarkan tersebut menerus tanpa sama sekali memperhatikan domain yang lain, kiranya mudah dipahami kalau hasil pendidikan kita sangat mungkin mencapai tingkat kecerdasan yang tinggi, tetapi tidak menunjukkan sikap-sikap yang diharapkan dalam pergaulan sehari-hari.
Domain Afektif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan-kemampuan bersikap dalam menghadapi realitas atau masalah-masalah yang muncul disekitarnya. Domain afektif ini oleh David R. Krathwohl dkk. 1964, (Dalam Soedjadi, 2000) yang dikembangkan menjadi 5 kategori, yaitu 1). Penerimaan, 2). Penanggapan, 3). Penilaian, 4). Pengorganisasian, 5). Pemeranan.
Domain Psikomotor menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada ketrampilan-ketrampilan. Khususnya untuk pelajaran matematika pengertian ketrampilan dapat diartikan ketrampilan yang bersifat fisik, misalnya melukis suatu bangun. Tetapi juga ketrampilan melakukan algoritma-algoritma tertentu yang adakalanya hanya terdapat dalam pikiran. Domain psikomotoroleh Elizabeth Simpson, 1967(dalam Soedjadi 2000) dibedakan menjadi; 1). Persepsi, 2). Kesiapan, 3). Respon terpimpin, 4). Mekanisme, 5). Respon yang jelas dan kompleks, 6). Adaptasi/penyesuaian, 7). Penciptaan/keaslian.
SOSOK GURU YANG IDEAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD
Guru adalah figure seorang pemimpin. Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak disamping tanggung jawab orang tuanya. Menurut Djamarah” guru mempunyai beberapa tugas ; guru sebagai profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai profesi” itu merupakan bagian kecil dari tugas guru (Djamarah, 2005).
Guru merupakan sosok yang sangat berperan dalam proses pembelajaran yang merupakan bagian dari tugas profesinya, guru sebagai salah satu perancang proses pembelajaran, tanpa guru proses pembelajaran tidak akan bisa berjalan dengan benar dan lancar, Sehingga dalam proses pembelajaran dibutuhkan guru yang bisa menjalankan proses pembelajaran. Guru yang ideal adalah guru yang memahami perkembangan peserta didiknya, guru yang kreatif mengaitkan materi pembelajaran dengan lingkungan(kontekstual), memahami model/metode pengajaran, dan yang paling penting memahami dunia anak dan apa yang menjadi kebutuhannya dan memberikan “kebutuhannya”.
Daftar Pustaka
Djamarah, S.B (2005). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Rinaka Cipta; Jakarta.
Gredler, Margaret E. Bell (1991). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta :Rajawali.
Miarso Y dkk. (1986). Definisi Teknologi Pendidikan Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT. Jakarta:Rajawali.
Nyimas Aisyah, dkk (2007). Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Depdiknas.
Soedjadi. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Dirjen Dikti. Diknas
full
dibedakan atas 6 kategori yang cenderung khirarkis. Keenam kategori itu adalah 1). Ingatan, 2). Pemahaman, 3). Aplikasi, 4) Analisis, 5). Sintesis dan 6). Evaluasi. Keenam kategori itu hingga kini masih digunakan sebagai rujukan utama dalam pembuatan rancangan pembelajaran matematika termasuk pembuatan alat ukur berupa tes. Tujuan kognitif inilah yang selama ini sangat diutamakan dalam pendidikan di Indonesia, kurang memperhatikan domain yang lain. Apabila hal tersebut dibiarkan tersebut menerus tanpa sama sekali memperhatikan domain yang lain, kiranya mudah dipahami kalau hasil pendidikan kita sangat mungkin mencapai tingkat kecerdasan yang tinggi, tetapi tidak menunjukkan sikap-sikap yang diharapkan dalam pergaulan sehari-hari.
Domain Afektif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan-kemampuan bersikap dalam menghadapi realitas atau masalah-masalah yang muncul disekitarnya. Domain afektif ini oleh David R. Krathwohl dkk. 1964, (Dalam Soedjadi, 2000) yang dikembangkan menjadi 5 kategori, yaitu 1). Penerimaan, 2). Penanggapan, 3). Penilaian, 4). Pengorganisasian, 5). Pemeranan.
Domain Psikomotor menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada ketrampilan-ketrampilan. Khususnya untuk pelajaran matematika pengertian ketrampilan dapat diartikan ketrampilan yang bersifat fisik, misalnya melukis suatu bangun. Tetapi juga ketrampilan melakukan algoritma-algoritma tertentu yang adakalanya hanya terdapat dalam pikiran. Domain psikomotoroleh Elizabeth Simpson, 1967(dalam Soedjadi 2000) dibedakan menjadi; 1). Persepsi, 2). Kesiapan, 3). Respon terpimpin, 4). Mekanisme, 5). Respon yang jelas dan kompleks, 6). Adaptasi/penyesuaian, 7). Penciptaan/keaslian.
SOSOK GURU YANG IDEAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD
Guru adalah figure seorang pemimpin. Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak disamping tanggung jawab orang tuanya. Menurut Djamarah” guru mempunyai beberapa tugas ; guru sebagai profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai profesi” itu merupakan bagian kecil dari tugas guru (Djamarah, 2005).
Guru merupakan sosok yang sangat berperan dalam proses pembelajaran yang merupakan bagian dari tugas profesinya, guru sebagai salah satu perancang proses pembelajaran, tanpa guru proses pembelajaran tidak akan bisa berjalan dengan benar dan lancar, Sehingga dalam proses pembelajaran dibutuhkan guru yang bisa menjalankan proses pembelajaran. Guru yang ideal adalah guru yang memahami perkembangan peserta didiknya, guru yang kreatif mengaitkan materi pembelajaran dengan lingkungan(kontekstual), memahami model/metode pengajaran, dan yang paling penting memahami dunia anak dan apa yang menjadi kebutuhannya dan memberikan “kebutuhannya”.
Daftar Pustaka
Djamarah, S.B (2005). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Rinaka Cipta; Jakarta.
Gredler, Margaret E. Bell (1991). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta :Rajawali.
Miarso Y dkk. (1986). Definisi Teknologi Pendidikan Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT. Jakarta:Rajawali.
Nyimas Aisyah, dkk (2007). Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Depdiknas.
Soedjadi. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Dirjen Dikti. Diknas
full
Senin, 12 April 2010
KOMPETENSI GURU
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Menurut Finch & Crunkilton, (1992: 220) Menyatakan “Kompetencies are those taks, skills, attitudes, values, and appreciation thet are deemed critical to successful employment”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa kompetensi meliputi tugas, keterampilan, sikap, nilai, apresiasi diberikan dalam rangka keberhasilan hidup/penghasilan hidup. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan dalam melaksanakan tugas dilapangan kerja.
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan (2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
a) Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
b) Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c) Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
e) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b) Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
c) Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d) Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
e) Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
a) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
b) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
c) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b) Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60).
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan (2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
a) Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
b) Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c) Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
e) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b) Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
c) Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d) Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
e) Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
a) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
b) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
c) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b) Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60).
Langganan:
Postingan (Atom)
abstrak
STEM stands for science, technology, engineering and mathematics and is an approach to education that aims to integrate these four separ...
-
Refleksi singkat hasil tayangan video Pembelajaran Matematika di Jepang pada tanggal 14 Oktober 2008. Berikut ini adalah beberapa hal yang s...
-
STEM stands for science, technology, engineering and mathematics and is an approach to education that aims to integrate these four separ...
-
A. Pendahuluan Anak dari berbagai usia berfikir sesuai dengan tingkat usianya. Matematika adalah subjek ideal yang mampu mengembangkan p...